Minggu Biasa XXIII
Yeh 33:7-9; Mzm: 95; Rm 13:8-10; Mat 18:15-20
Kita itu berdosa bukan hanya karena secara aktif melakukan tindakan yang melawan cintakasih, melainkan juga karena secara pasif kita membiarkan orang melakukan kesalahan. Menegur adalah tindakan kasih.
Kita tidak pernah lepas dari kesalahan. Kalau didiamkan, kesalahan tersebut bisa makin parah, bukan hanya pada orang yang bersalah, tetapi juga bagi komunitasnya. Oleh karenanya, apabila ada orang yang bersalah, dibutuhkan orang yang mau dan mampu mengoreksi kesalahan tersebut, entah untuk menyelamatkan orang yang bersalah ataupun menyelamatkan kesejahteraan komunitas.
Injil hari ini (Mat 18:15-20) menampilkan Yesus yang meminta para murid-Nya untuk menegur orang yang bersalah guna menyelamatkan nyawanya. Menegur orang yang bersalah merupakan bagian dari tanggung jawab murid Tuhan. Seorang murid tidak boleh tinggal diam apabila ada saudaranya yang bersalah. Yesus bukan hanya meminta murid-Nya untuk menegur, tetapi bagaimana memberi teguran secara dewasa.
Pertama, teguran itu disampaikan dari hati ke hati sebagai suatu pertemuan dua saudara. Orang yang bersalah didatangi dan diajak bicara empat mata. Tentu teguran tersebut harus menggunakan kata dan cara yang pas dalam waktu yang tepat supaya orang yang ditegur dapat menerimanya dengan lapang dada; tidak merasa dipojokkan atau dihakimi. Di situ orang yang bersalah diharapkan mengakui kesalahannya dan mau memperbaiki perbuatannya. Itulah teguran langsung, tanpa tedeng aling-aling yang lahir dari cinta persaudaraan.
Akan tetapi, apabila yang bersalah tersebut tidak dapat menerima teguran, murid Tuhan diminta untuk melangkah ke tahap kedua, yaitu dengan menyertakan orang lain yang kiranya berwibawa untuk meyakinkan kesalahannya. Langkah kedua yang ditempuh ini menggunakan kewibaan orang-orang tertentu yang bisa memberi kesaksian atau bukti nyata. Bisa jadi orang tersebut tidak juga mau mendengarkan dua atau lebih orang lain yang berwibawa. Untuk itu, Yesus meminta para murid- Nya untuk maju ke tahap ketiga, yaitu membawa orang itu kepada komunitas. Setelah dengan menggunakan cara persaudaraan dan kewibawaan, orang yang bersalah tetap tidak mengindahkan, orang tersebut dihadapkan pada jemaat yang biasanya memiliki kesepakatan bersama (kekuatan hukum). Pada tahap ketiga ini, biarlah komunitas memperlihatkan kesalahannya secara legal supaya orang tersebut menyadari kesalahannya dan sungguh menyesalinya.
Yesus juga menyadari bahwa ternyata ada juga orang yang begitu bebal sehingga setelah melalui tiga tahap pun, yaitu pendekatan personal, teguran komunal, dan tuntutan legal (eklesial), orang yang bersalah tetap tidak mau memperbaiki kesalahannya. Untuk orang jenis ini, baik individu, komunitas, maupun Gereja tidak dapat berbuat apapun lagi. Anggaplah saja ia itu kafir, yaitu pemungut cukai; orang yang tak tahu hukum dan aturan; orang yang tak mengenal Allah. Di sini Yesus rupanya menyerahkan orang itu pada rahmat. Orang tersebut perlu didoakan dalam nama Yesus supaya bertobat.
Dalam tradisi kristiani, terdapat apa yang disebut dengan correctiofraterna, yaitu suatu kegiatan untuk mengoreksi saudara yang bersalah dengan semangat cinta kasih supaya orang yang bersalah diselamatkan dan keutuhan komunitas persaudaraan dapat dipertahankan. Dalam kehidupan kita, tegur- menegur menjadi masalah. Dalam bahasa Jawa, dikenal istilah ewuh-pakewuh, yaitu sikap segan kepada orang untuk mempertahankan hubungan dan menjaga perasaan orang yang bersangkutan. Orang merasa sungkan untuk menegur karena takut menyakiti saudara atau temannya. Bagi orang yang pekewuh, lebih baik mendiamkan orang bersalah daripada hubungan rusak gara-gara memberi teguran. Akan tetapi, rupanya ewuh pakewuh ini tak sesuai dengan nasihat Tuhan dalam Injil hari ini. Kita harus berani menegur sesama yang bersalah demi keselamatannya dan demi keutuhan komunitas. Kita berdosa bukan hanya karena secara aktif melakukan tindakan yang melawan cinta-kasih, melainkan juga karena secara pasif membiarkan orang melakukan kesalahan. Menegur adalah tindakan kasih kepada saudara dalam iman kepada Tuhan dengan harapan yang ditegur bertobat. Sambil dengan rendah hati melakukan introspeksi dan mawas diri, marilah kita berani memberi teguran kepada orang yang bersalah demi cinta-kasih sesuai dengan ’ perintah Tuhan..
Kita itu berdosa bukan hanya karena secara aktif melakukan tindakan yang melawan cintakasih, melainkan juga karena secara pasif kita membiarkan orang melakukan kesalahan. Menegur adalah tindakan kasih.
Kita tidak pernah lepas dari kesalahan. Kalau didiamkan, kesalahan tersebut bisa makin parah, bukan hanya pada orang yang bersalah, tetapi juga bagi komunitasnya. Oleh karenanya, apabila ada orang yang bersalah, dibutuhkan orang yang mau dan mampu mengoreksi kesalahan tersebut, entah untuk menyelamatkan orang yang bersalah ataupun menyelamatkan kesejahteraan komunitas.
Injil hari ini (Mat 18:15-20) menampilkan Yesus yang meminta para murid-Nya untuk menegur orang yang bersalah guna menyelamatkan nyawanya. Menegur orang yang bersalah merupakan bagian dari tanggung jawab murid Tuhan. Seorang murid tidak boleh tinggal diam apabila ada saudaranya yang bersalah. Yesus bukan hanya meminta murid-Nya untuk menegur, tetapi bagaimana memberi teguran secara dewasa.
Pertama, teguran itu disampaikan dari hati ke hati sebagai suatu pertemuan dua saudara. Orang yang bersalah didatangi dan diajak bicara empat mata. Tentu teguran tersebut harus menggunakan kata dan cara yang pas dalam waktu yang tepat supaya orang yang ditegur dapat menerimanya dengan lapang dada; tidak merasa dipojokkan atau dihakimi. Di situ orang yang bersalah diharapkan mengakui kesalahannya dan mau memperbaiki perbuatannya. Itulah teguran langsung, tanpa tedeng aling-aling yang lahir dari cinta persaudaraan.
Akan tetapi, apabila yang bersalah tersebut tidak dapat menerima teguran, murid Tuhan diminta untuk melangkah ke tahap kedua, yaitu dengan menyertakan orang lain yang kiranya berwibawa untuk meyakinkan kesalahannya. Langkah kedua yang ditempuh ini menggunakan kewibaan orang-orang tertentu yang bisa memberi kesaksian atau bukti nyata. Bisa jadi orang tersebut tidak juga mau mendengarkan dua atau lebih orang lain yang berwibawa. Untuk itu, Yesus meminta para murid- Nya untuk maju ke tahap ketiga, yaitu membawa orang itu kepada komunitas. Setelah dengan menggunakan cara persaudaraan dan kewibawaan, orang yang bersalah tetap tidak mengindahkan, orang tersebut dihadapkan pada jemaat yang biasanya memiliki kesepakatan bersama (kekuatan hukum). Pada tahap ketiga ini, biarlah komunitas memperlihatkan kesalahannya secara legal supaya orang tersebut menyadari kesalahannya dan sungguh menyesalinya.
Yesus juga menyadari bahwa ternyata ada juga orang yang begitu bebal sehingga setelah melalui tiga tahap pun, yaitu pendekatan personal, teguran komunal, dan tuntutan legal (eklesial), orang yang bersalah tetap tidak mau memperbaiki kesalahannya. Untuk orang jenis ini, baik individu, komunitas, maupun Gereja tidak dapat berbuat apapun lagi. Anggaplah saja ia itu kafir, yaitu pemungut cukai; orang yang tak tahu hukum dan aturan; orang yang tak mengenal Allah. Di sini Yesus rupanya menyerahkan orang itu pada rahmat. Orang tersebut perlu didoakan dalam nama Yesus supaya bertobat.
Dalam tradisi kristiani, terdapat apa yang disebut dengan correctiofraterna, yaitu suatu kegiatan untuk mengoreksi saudara yang bersalah dengan semangat cinta kasih supaya orang yang bersalah diselamatkan dan keutuhan komunitas persaudaraan dapat dipertahankan. Dalam kehidupan kita, tegur- menegur menjadi masalah. Dalam bahasa Jawa, dikenal istilah ewuh-pakewuh, yaitu sikap segan kepada orang untuk mempertahankan hubungan dan menjaga perasaan orang yang bersangkutan. Orang merasa sungkan untuk menegur karena takut menyakiti saudara atau temannya. Bagi orang yang pekewuh, lebih baik mendiamkan orang bersalah daripada hubungan rusak gara-gara memberi teguran. Akan tetapi, rupanya ewuh pakewuh ini tak sesuai dengan nasihat Tuhan dalam Injil hari ini. Kita harus berani menegur sesama yang bersalah demi keselamatannya dan demi keutuhan komunitas. Kita berdosa bukan hanya karena secara aktif melakukan tindakan yang melawan cinta-kasih, melainkan juga karena secara pasif membiarkan orang melakukan kesalahan. Menegur adalah tindakan kasih kepada saudara dalam iman kepada Tuhan dengan harapan yang ditegur bertobat. Sambil dengan rendah hati melakukan introspeksi dan mawas diri, marilah kita berani memberi teguran kepada orang yang bersalah demi cinta-kasih sesuai dengan ’ perintah Tuhan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar