Pekan Biasa XXIV
1Kor 15:1-11; Mzm 118; Luk 7:36-50
Orang yang paling berdosa pun diselamatkan Tuhan. Dalam bacaan pertama, Paulus mengisahkan panggilan Tuhan atas dirinya. Paulus secara sadar menyebut dirinya sebagai yang paling hina. Ia merasa tak layak disebut rasul, karena masa lalunya. Ia menyebut dirinya lahir pada waktu yang salah, sebab ia ‘terlambat’ bertemu dengan Yesus dan ter lambat percaya kepada- Nya. Namun, bagi Tuhan, tak ada yang terlambat, jika orang mau membuka hati dan menerima hikmat-Nya.
Perempuan yang berdosa dalam bacaan Injil juga disebut sebagai orang yang paling hina. Meski begitu, ia mau bertobat dan berusaha memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Terkadang manusia tak sadar bahwa segala sesuatu yang dimilikinya adalah pemberian Tuhan. Kita ditantang untuk memberikan sesuatu yang lebih bernilai bagi Tuhan, sebab Ia telah memberi kasih-Nya lebih dulu kepada kita.
Yesus menegur orang Farisi yang menyombongkan ketaatannya kepada Allah, tapi tak memberikan sesuatu yang dibutuhkan sesamanya. Iman kepada Allah tidak berarti hanya membangun relasi dengan Allah. Iman juga harus membangun relasi dengan sesama. Perbuatan kasih kepada sesama tak hanya membawa kita kepada keselamatan, tapi juga bagi orang-orang yang kita tolong. Dengan begitu, iman kita tak menjadi “iman yang egois”, melainkan iman yang merangkul dan menyelamatkan.
Orang yang paling berdosa pun diselamatkan Tuhan. Dalam bacaan pertama, Paulus mengisahkan panggilan Tuhan atas dirinya. Paulus secara sadar menyebut dirinya sebagai yang paling hina. Ia merasa tak layak disebut rasul, karena masa lalunya. Ia menyebut dirinya lahir pada waktu yang salah, sebab ia ‘terlambat’ bertemu dengan Yesus dan ter lambat percaya kepada- Nya. Namun, bagi Tuhan, tak ada yang terlambat, jika orang mau membuka hati dan menerima hikmat-Nya.
Perempuan yang berdosa dalam bacaan Injil juga disebut sebagai orang yang paling hina. Meski begitu, ia mau bertobat dan berusaha memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Terkadang manusia tak sadar bahwa segala sesuatu yang dimilikinya adalah pemberian Tuhan. Kita ditantang untuk memberikan sesuatu yang lebih bernilai bagi Tuhan, sebab Ia telah memberi kasih-Nya lebih dulu kepada kita.
Yesus menegur orang Farisi yang menyombongkan ketaatannya kepada Allah, tapi tak memberikan sesuatu yang dibutuhkan sesamanya. Iman kepada Allah tidak berarti hanya membangun relasi dengan Allah. Iman juga harus membangun relasi dengan sesama. Perbuatan kasih kepada sesama tak hanya membawa kita kepada keselamatan, tapi juga bagi orang-orang yang kita tolong. Dengan begitu, iman kita tak menjadi “iman yang egois”, melainkan iman yang merangkul dan menyelamatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar