Renungan Minggu, 23 November 2014 : Raja Semesta Alam

 
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
 
Yeh 34:11-12,15-17; Mzm 23; 1Kor 15:20-26,28; Mat 25:31-46

Injil pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam dalam Tahun A ini berkisah tentang “Pengadilan Terakhir”. Yesus Kristus adalah Raja atas segala ciptaan: manusia, dunia, dan semesta alam. Sebagai Raja semesta alam, Yesus digambarkan sebagai Dia yang akan menghakimi dunia –terutama manusia– pada akhir zaman.

Kisah “Pengadilan Terakhir” dalam Injil Matius (Mat 25:31-46) memberi pesan yang sangat penting untuk hidup keagamaan kita. Di tempat lain dalam Injil yang sama, Yesus menegaskan, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:20). Yesus menyalahkan hidup keagamaan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang hanya bersifat legalistis-formalistis, semata lahiriah, dan tidak keluar dari hati.

Tidakkah gejala semacam itu tampak dalam kehidupan keagamaan di tengah masyarakat kita dewasa ini? Di satu pihak, tampaknya bangsa kita sangat agamis. Pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) setiap Warga Negara Indonesia (WNI) pasti tercatat sebagai pemeluk salah satu agama atau kepercayaan. Sejumlah Hari Raya setiap agama yang diakui resmi oleh negara dijadikan hari libur nasional. Tempat- tempat ibadah (masjid, gereja, pura, vihara, klenteng) bertaburan di mana-mana. Tempat-tempat ibadah tersebut hampir selalu penuh sesak pada hari-hari suci agama yang bersangkutan. Setiap pejabat negara diangkat dengan mengucapkan sumpah menurut agama masing-masing. Dalam setiap upacara kenegaraan pasti ada acara doa. Dan, setiap pidato atau sambutan pejabat selalu dibuka serta ditutup dengan sapaan khas agama.

Namun di lain pihak, perilaku masyarakat kita, khususnya kalangan elit, dalam kehidupan nyata jauh berbeda, bahkan bertentangan dengan ajaran agama. “Iman tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan nyata. Penghayatan iman lebih berkisar Raja Semesta Alam Mgr Johannes Liku Ada’ Uskup Agung Makassar pada hal-hal lahiriah, simbol-simbol dan upacara keagamaan,” demikian ditegaskan dalam Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2003.

Dengan demikian, pesan Injil hari ini menjadi sungguh relevan. Pada akhir zaman, Kristus akan datang dan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya untuk mengadili kita. Saat itu, Ia tidak akan menanyakan pengetahuan kita tentang Allah atau Mesias, tentang ibadah dan praktik kesalehan kita. Ia justru akan menilai keberhasilan atau kegagalan hidup kita dengan mengemukakan satu pertanyaan saja: “Bagaimana kamu bersikap terhadap sesamamu?”

Kristus telah mengajar dan menunjukkan kepada kita tentang Hukum Kasih. Ia menegaskan bahwa kasih adalah hukum yang pertama dan utama. Kasih adalah hukum dasar yang daripadanya segala hukum lainnya bergantung. Dan, kasih itu harus dihayati serta diamalkan dalam tindakan-tindakan konkret, seperti memberi makan bagi yang lapar, memberi minum bagi yang haus, memberi tumpangan bagi orang asing, memberi pakaian kepada yang telanjang, melawat yang sakit, serta mengunjungi yang dalam penjara. Dari tindakan-tindakan kasih itulah tergantung keselamatan kita!

Bahkan, Kristus menegaskan bahwa dalam diri sesama kita yang sederhana dan hina dina, kita sebenarnya bertemu dengan Tuhan, Raja Semesta Alam itu sendiri. Sebab,Raja itu bukan seorang raja yang bersemayam di dalam kemuliaan yang tak terhampiri. Ia merupakan seorang raja yang solider dengan rakyat- Nya yang paling kecil sekalipun. Ia mengenal seluk-beluk hidup mereka dan Ia berada bersama mereka. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara- Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Ya,

Yesus Raja Semesta Alam, buatlah aku mampu melihat dan mencintai Engkau dalam diri sesamaku. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar