Minggu Biasa XXXIII
Ams 31:10-13,19-20,30-31; Mzm 128; 1Tes 5:1-6; Mat 25:14-30
Allah menuntut inisiatif dan kreativitas kita untuk mengembangkan talenta, bahkan jika harus menghadapi bahaya kehilangan talenta sekalipun. Kita diberi talenta agar bersiap diri menjemput ‘hari Tuhan’, Allah datang untuk merajai kita.
Menjelang akhir Tahun Liturgi, Gereja selalu mengingatkan kita akan hari kedatangan Tuhan, seperti pencuri pada waktu malam. Meski mengetahuinya, kesibukan kita tak memberi peluang memikirkannya. Peringatan ini dibutuhkan saat kita sibuk dengan urusan duniawi hingga tak punya waktu memikirkan ‘akhir zaman’. “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua yang lain akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33).
Perjumpaan dengan Tuhan ini sangat bermakna dalam persiapan menjemput ‘Hari Tuhan’. Dalam Himbauan Apostolik Evangelii Gaudium (EG, Sukacita Injil), Paus Fransiskus mengingatkan agar kita tak terjebak dalam kesalehan semu (keduniawian rohani). “Keduniawian rohani, yang bersembunyi di balik penampilan kesalehan dan bahkan kasih pada Gereja, yang sebetulnya bukan mencari kemuliaan Allah, melainkan kemuliaan manusia dan kesejahteraan pribadi.” (EG 93).
Dalam Bacaan Kedua, St Paulus mengingatkan: “...kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri di waktu malam” (1Tes 5:2); “... baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan akan keselamatan” (1Tes 5:8), sehingga hidup kita terlindung dan terarah kepada Tuhan. Dalam iman, kita harus hidup seolah akan mati hari ini.
Dalam Injil, talenta dikategorikan sebagai petunjuk untuk mempersiapkan diri menjemput ‘Allah yang berkehendak merajai diri kita’. Yang penting, bukan jumlah talenta dan siapa penerimanya, atau siapa dapat apa dan berapa, melainkan ‘siapa Allah yang memberikan talenta dan dengan maksud apa Allah memberikannya pada kita’.
Allah menuntut inisiatif dan kreativitas kita untuk mengembangkan talenta, bahkan jika harus menghadapi bahaya kehilangan talenta sekalipun. Kita diberi talenta agar bersiap diri menjemput ‘Hari Tuhan’, Allah datang untuk merajai kita. Maka, dua hamba yang baik dan setia segera ‘pergi’ ke pasar untuk mengembangkan talentanya. Kala Tuhan datang, mereka telah melipatgandakan talentanya; bukan untuk kepentingan pribadi, tapi demi kepentingan bersama dan kemuliaan Pemberi talenta.
Sebagai penerima talenta, Gereja tak boleh menutup diri, tetapi pergi ke ruang publik untuk mengembangkannya bersama orang di luar Gereja. Mereka juga menerima talenta untuk dikembangkan, berbuah dan berguna bagi banyak orang.
Prioritas pengembangan talenta perlu diperhatikan agar kita tak terjebak dalam kesia-siaan. Bacaan Pertama tentang istri yang cakap menunjukkan keutamaan yang harus dijadikan sikap hidup, seperti setia kepada Allah dan mengabdi demi sukacita sejati, serta mengulurkan tangan kepada yang tertindas dan miskin. Yang diutamakan ialah kecantikan batin (inner beauty), cinta Tuhan dan sesama; bukan kemolekan fisik.
Allah memberi talenta pada kita bukan untuk disembunyikan hingga ‘mandul’ dan tak menghasilkan apa-apa. Tuntutan Tuhan sangat keras, yakni siapa yang tak berinisiatif mengembangkan talenta, berarti “siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya, akan diambil dari padanya” (Mat 13:12b; 25:29); dan harus dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi (Mat 25:30). Seperti garam yang tak lagi asin, tak ada gunanya, kecuali dibuang dan diinjak-injak orang (Mat 5:13). “Orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, sehingga menerangi semua orang yang di dalam rumah. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat 5:15-16; Luk 11:33).
Sebagai umat beriman, kita memilih bersikap seperti hamba yang baik dan setia. Mereka menggandakan talenta dan mempertanggungjawabkannya. Pilihan ini dibuat, bukan karena kita akan mendapatkan talenta dan kelebihannya, tapi kita akan bersukacita menyerahkan talenta dengan penggandaannya kepada Pemberi talenta. Pun pada akhir zaman, kita tanpa kecuali harus mempertanggungjawabkan talenta itu. Tak seorangpun yang tak menerima talenta demi kepentingan bersama. Maka talenta tak boleh dikubur hanya demi keamanan yang tak menghasilkan. Dalam usaha menggandakan talenta, kita yakin Tuhan senantiasa melengkapi Kita adalah alat di tangan- Nya untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita dan ’ sesama.
Allah menuntut inisiatif dan kreativitas kita untuk mengembangkan talenta, bahkan jika harus menghadapi bahaya kehilangan talenta sekalipun. Kita diberi talenta agar bersiap diri menjemput ‘hari Tuhan’, Allah datang untuk merajai kita.
Menjelang akhir Tahun Liturgi, Gereja selalu mengingatkan kita akan hari kedatangan Tuhan, seperti pencuri pada waktu malam. Meski mengetahuinya, kesibukan kita tak memberi peluang memikirkannya. Peringatan ini dibutuhkan saat kita sibuk dengan urusan duniawi hingga tak punya waktu memikirkan ‘akhir zaman’. “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua yang lain akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33).
Perjumpaan dengan Tuhan ini sangat bermakna dalam persiapan menjemput ‘Hari Tuhan’. Dalam Himbauan Apostolik Evangelii Gaudium (EG, Sukacita Injil), Paus Fransiskus mengingatkan agar kita tak terjebak dalam kesalehan semu (keduniawian rohani). “Keduniawian rohani, yang bersembunyi di balik penampilan kesalehan dan bahkan kasih pada Gereja, yang sebetulnya bukan mencari kemuliaan Allah, melainkan kemuliaan manusia dan kesejahteraan pribadi.” (EG 93).
Dalam Bacaan Kedua, St Paulus mengingatkan: “...kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri di waktu malam” (1Tes 5:2); “... baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan akan keselamatan” (1Tes 5:8), sehingga hidup kita terlindung dan terarah kepada Tuhan. Dalam iman, kita harus hidup seolah akan mati hari ini.
Dalam Injil, talenta dikategorikan sebagai petunjuk untuk mempersiapkan diri menjemput ‘Allah yang berkehendak merajai diri kita’. Yang penting, bukan jumlah talenta dan siapa penerimanya, atau siapa dapat apa dan berapa, melainkan ‘siapa Allah yang memberikan talenta dan dengan maksud apa Allah memberikannya pada kita’.
Allah menuntut inisiatif dan kreativitas kita untuk mengembangkan talenta, bahkan jika harus menghadapi bahaya kehilangan talenta sekalipun. Kita diberi talenta agar bersiap diri menjemput ‘Hari Tuhan’, Allah datang untuk merajai kita. Maka, dua hamba yang baik dan setia segera ‘pergi’ ke pasar untuk mengembangkan talentanya. Kala Tuhan datang, mereka telah melipatgandakan talentanya; bukan untuk kepentingan pribadi, tapi demi kepentingan bersama dan kemuliaan Pemberi talenta.
Sebagai penerima talenta, Gereja tak boleh menutup diri, tetapi pergi ke ruang publik untuk mengembangkannya bersama orang di luar Gereja. Mereka juga menerima talenta untuk dikembangkan, berbuah dan berguna bagi banyak orang.
Prioritas pengembangan talenta perlu diperhatikan agar kita tak terjebak dalam kesia-siaan. Bacaan Pertama tentang istri yang cakap menunjukkan keutamaan yang harus dijadikan sikap hidup, seperti setia kepada Allah dan mengabdi demi sukacita sejati, serta mengulurkan tangan kepada yang tertindas dan miskin. Yang diutamakan ialah kecantikan batin (inner beauty), cinta Tuhan dan sesama; bukan kemolekan fisik.
Allah memberi talenta pada kita bukan untuk disembunyikan hingga ‘mandul’ dan tak menghasilkan apa-apa. Tuntutan Tuhan sangat keras, yakni siapa yang tak berinisiatif mengembangkan talenta, berarti “siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya, akan diambil dari padanya” (Mat 13:12b; 25:29); dan harus dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi (Mat 25:30). Seperti garam yang tak lagi asin, tak ada gunanya, kecuali dibuang dan diinjak-injak orang (Mat 5:13). “Orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, sehingga menerangi semua orang yang di dalam rumah. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat 5:15-16; Luk 11:33).
Sebagai umat beriman, kita memilih bersikap seperti hamba yang baik dan setia. Mereka menggandakan talenta dan mempertanggungjawabkannya. Pilihan ini dibuat, bukan karena kita akan mendapatkan talenta dan kelebihannya, tapi kita akan bersukacita menyerahkan talenta dengan penggandaannya kepada Pemberi talenta. Pun pada akhir zaman, kita tanpa kecuali harus mempertanggungjawabkan talenta itu. Tak seorangpun yang tak menerima talenta demi kepentingan bersama. Maka talenta tak boleh dikubur hanya demi keamanan yang tak menghasilkan. Dalam usaha menggandakan talenta, kita yakin Tuhan senantiasa melengkapi Kita adalah alat di tangan- Nya untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita dan ’ sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar