Renungan Minggu,24 Agustus 2014 : Peran Petrus sebagai Batu Karang


Hari Minggu Biasa XXI
Yes 22:19-23; Mzm 138; Rm 11:33-36; Ma t 16:13-20

Tugas Petrus adalah melindungi Gereja agar tidak masuk ke dalam bahaya “alam maut”, yang bisa berarti simbolik segala macam tantangan yang membuat Gereja lumpuh dan tak berdaya.

Kisah mengenai pengakuan Petrus yang dibacakan Minggu ini mempunyai tempat yang amat penting dalam katekese Injil Matius. Yesus sudah menyatakan diri dengan berbagai cara: melalui berbagai pengajaran, mukjizat, dan pertikaian pendapat dengan pemimpin agama Yahudi. Tentulah muncul pertanyaan dalam diri orang banyak, khususnya para murid yang dipanggil secara khusus untuk mengikuti-Nya, mengenai jati diri Yesus. Pertanyaan ini tampak, misalnya pada peristiwa Yesus meredakan angin ribut. Orang-orang yang mengalami peristiwa itu bertanya, “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (Mat 8:27). Atau sebagaimana ditanyakan oleh murid-murid Yohanes, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11:3). Banyak orang ingin tahu dengan pasti siapakah sebenarnya Dia. Kepastian diinginkan, misalnya oleh orang-orang Farisi dan Saduki yang meminta Yesus untuk memperlihatkan tanda dari sorga (bdk. Mat 16:1).

Rupanya, Yesus pun ingin tahu apa yang dipikirkan oleh orang banyak dan murid-murid istimewa-Nya mengenai Diri-Nya. “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Mat 16:13). Jawaban yang diberikan oleh orang banyak yang menyebut Dia Yohanes Pembaptis, Elia atau Yeremia (Mat 16:14) – menunjukkan bahwa Dia dianggap pribadi yang istimewa, mengarah pada pendahulu Mesias yang dinantikan oleh orang-orang Yahudi sebagai pembebas.

Selanjutnya Ia mengajukan pertanyaan kepada murid-murid-Nya, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mat 16:15). Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16). Jawaban tegas Simon Petrus ini disampaikan lebih lugas dan sederhana dalam Mrk 8:29: “Engkau adalah Mesias”.

Mengapa Matius menambah keterangan “Anak Allah yang hidup”? Matius ingin mengatakan bahwa Yesus bukanlah Mesias seperti dimengerti pada umumnya di kalangan orang Yahudi, yaitu sebagai pemimpin politik pembebasan. Jawaban Petrus bukan bagian dari spekulasi agama Yahudi, tetapi diterima dari Allah sendiri (Mat 16:17). Untuk menegaskan hal yang sama seperti ditegaskan Matius, jawaban Petrus menurut Lukas lebih sederhana, “Mesias dari Allah” (Luk 9:20). Artinya, Dia tidak bertindak atas namanya sendiri; Ia bertindak untuk melaksanakan kehendak Allah.

Sampai pada bagian ini, kisah yang diceritakan oleh ketiga penginjil – Matius, Markus, Lukas – kurang lebih selaras. Kata-kata Yesus yang tertuju kepada Petrus pada bagian selanjutnya (Mat 16:18-19) hanya diceritakan dalam Injil Matius. Matius mencantumkan kata-kata untuk menjelaskan bagaimana kisahnya sampai Petrus diterima sebagai pemimpin Gereja dan tugas terpenting apa saja yang menjadi tanggungjawabnya. Penjelasan ini penting untuk perkembangan Gereja selanjutnya. Dalam bagian yang hanya diceritakan oleh Matius itu, Petrus dinyatakan sebagai batu karang yang menjadi dasar Gereja yang didirikan Yesus.

Dalam arti apa Petrus menjadi batu karang itu? Peranan Petrus sebagai batu karang dapat dijawab kalau dikaitkan dengan kata-kata “… gerbang alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18). Menurut paham waktu itu, orang yang mati masuk ke tempat yang disebut alam maut. Siapapun, sekali masuk, ia tidak akan bisa keluar lagi. Hanya Yesus yang tidak mengalami hal seperti ini. Satu-satunya jalan agar orang tidak masuk ke alam maut melalui gerbangnya adalah menutup gerbang itu dengan batu yang lebih besar dari gerbang tersebut. Itulah peran Petrus sebagai batu karang. Dengan demikian tugas Petrus adalah melindungi Gereja agar tidak masuk ke dalam bahaya “alam maut”, yang bisa berarti simbolik: segala macam tantangan yang membuat Gereja lumpuh dan tak berdaya.

Dalam rangka itu pula dapat kita mengerti mengapa Yesus memberikan kunci KerajaanAllah dan kuasa untuk mengikat dan melepaskan. Kata-kata Yesus ini jangan pernah dimengerti sebagai pemberian kuasa untuk mengadili dan menentukan siapa yang masuk surga dan siapa tidak boleh masuk surga. Bukan itu. Petrus diberi kunci Kerajaan Sorga agar kuasa alam maut jangan sampai masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Yang diikat (atau ditutup) adalah gerbang masuk ke alam maut. Yang dilepas di bumi adalah pribadi-pribadi manusia yang sudah dilepaskan dari alam maut itu. Dengan latar belakang ini, pantas kita renungkan kritik diri Gereja yang disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik Sukacita Injil: “Seringkali kita bertindak bagai penguasa penentu daripada sebagai pembagi rahmat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar