Renungan Sabtu 1 November 2014 : Hari Raya Semua Orang Kudus


Why 7:2-4.9-14; Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

Siapa yang bisa disebut bahagia? Kalau menilik dari sabda bahagia ini maka yang bisa disebut bahagia adalah mereka yang telah tekun memperjuangkan hidupnya dan bertahan dalam iman kepercayaan kepada Tuhan. Pada mereka inilah sebutan bahagia layak dikenakan.

Hari ini Gereja merayakan hari raya semua orang kudus. Gereja bersyukur atas pribadi-pribadi yang dipilih Allah karena rahmatNya dan ketekunan mereka memperjuangkan hidup dan mempertahankan iman. Mereka adalah pribadi-pribadi yang telah memenangkan kehidupan ini. Aneka kesulitan dan tantangan hidup bisa dilewati dengan nilai yang tak tekatakan dan terumuskan.

Masing-masing dari kita menambahkan nama mereka dalam nama kita. Tentunya bukan untuk gagah-gagahan. Nama itu kita tambahkan agar kita bisa menimba kekuatan hidup dan iman yang telah mereka menangkan. Maka marilah hari ini mengingat atau membaca kembali kisah dari para kudus yang ditambahkan dalam nama kita.

Renungan Jumat, 31 Oktober 2014 : Kegembiraan Sabat

 
Pekan Biasa XXX
 
Flp 1:1-11; Mzm 111; Luk 14:1-6

Hari ini, Paulus mengingatkan kita lagi untuk bersyukur kepada Tuhan. Syukur memang menjadi sumber kekuatan dalam hidup orang kristiani. Rasa syukur ini mesti kita bagikan kepada sesama, supaya kekuatan hidup kita makin berkembang.

Seperti pemazmur yang mengajak kita bersyukur dengan terlibat dalam hidup menggereja. Dengan ikut serta dalam berbagai kegiatan Gereja, kita bergerak bersama jemaat menjadi saksi Kristus.

Hari Sabat diadakan supaya orang-orang menikmati kegembiraan anak-anak Allah. Yesus ingin mereka merasakan berkat dan kegembiraan sebagai anak-anak Allah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah mampu bersyukur dan menikmati kegembiraan anak-anak Allah?

Renungan Kamis, 30 Oktober 2014 : Laskar Kristus



Pekan Biasa, Ef 6:10-2 0; Mzm 144; Luk 13:31-35

Pecinta kisah Harry Potter pasti tahu tentang Laskar Dumbledore (Dumbledore’s Army) yang pantang menyerah menegakkan kebenaran di Hogwarts dan melawan Voldemort. Meski dalam situasi tertekan, laskar itu berani bergerak melawan kejahatan. Dalam dunia nyata, kita pun bisa menjadi Laskar Kristus. Musuh kita adalah roh-roh jahat yang hadir dalam bentuk nafsu duniawi, kesombongan, keserakahan, kekuasaan, dan banyak lagi. Kekuatan yang dihimpun adalah kekuatan rohani untuk mewartakan kebaikan dan melawan kejahatan.

Cara menjadi Laskar Kristus yaitu berlatih menjadi kuat di dalam Tuhan.Kemudi an kita harus memakai perlengkapan senjata Allah (Ef 6:14-18). Tak lupa kita pun harus mendoakan se sama pejuang Laskar Kristus, supaya saling menguatkan dalam Tuhan. Doa sangat penting untuk melahirkan keberanian menyatakan diri sebagai Laskar.

Bacaan Injil hari ini menunjukkan keberanian Yesus mewartakan Kerajaan Allah di mana-mana. Ia tidak gentar ter hadap ancaman Herodes dan kaum Farisi. Ia bertekad menggenapi janji Allah, bahkan memberitahukan perihal kematian dan kebangkitan-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya beriman tapi masih takut menjadi Laskar Kristus? Seharusnya iman kita menjadi kekuatan yang menyelamatkan. Kita diundang untuk menjawab, “Ya, saya siap menjadi Laskar Kristus!”

Renungan Rabu, 29 Oktober 2014 : Pintu Sempit

 
Pekan Biasa XXX, 
 
Ef 6:1-9; Mzm 145:10-14; Luk 13:22-30

Kita sering melihat sikap umat Katolik yang belum menunjukkan jati diri sebagai seorang Kristen atau pengikut Kristus. Jangan-jangan kita sendiri juga seperti itu. Misal, ada yang sombong, tidak peduli kepada sesama, pendendam, suka berprasangka buruk kepada orang lain, lebih senang mementingkan diri sendiri, dan sikap yang lain. Meski sering berbuat buruk, tapi semua orang pasti ingin beroleh keselamatan dan masuk surga.

Yesus mengajukan dua syarat untuk masuk Kerajaan Allah; perjuangan dan tindakan yang segera. Pertanyaannya, mengapa banyak orang tidak bisa masuk Kerajaan Allah? Sebab mereka terlalu lambat mencari dan melakukan hal yang menjadi kehendak Allah.

Kita jangan terlalu lama mencari dan melakukan yang menjadi kehendak Allah. Rasul Paulus menjabarkan dengan jelas perjuangan dan tindakan yang harus segera kita lakukan sebagai anak-anak Allah (Ef 6:1-9). Anak-anak Allah tentu mengenal Allah. “Mengenal” berarti mengakui, menghargai, dan bersimpati. Maka, sudah selayaknya kita mengakui, menghargai, serta berempati kepada sesama, terutama mereka yang kekurangan, miskin, tersingkir, dan difabel.

Selasa 28 Oktober 2014: Memilih Rasul

YESUS memilih para Rasul itu merupakan hal yang paling serius, karena ini menentukan kelanjutan karyaNya di dunia ini. Maka Yesus berdoa semalaman agar dapat memilih rasulNya menurut kehendak Bapa.

Tugas para Rasul, yaitu mengikuti Dia, tinggal bersama Dia, agar dapat menyerap kehidupan Yesus dan nantiNya dapat diutus untuk mewartakan apa yang diajarkan Yesus, dan nantinya jadi saksi kebangkitanNya.

Para Rasul ini jumlahnya 12 orang mewakili dua belas suku Israel. Anehnya bahwa pemilihan para Rasul itu menurut pandangan orang zaman sekarang seolah-olah tanpa ada seleksi. Masakan para Rasul sebagian besar adalah nelayan, banyak yang tak tahu baca dan menulis, dan perangainya pun macam-macam: ada yang kasar, ada yang keras, ada yang sukar percaya, ada yang cepat marah, bahkan ada yang berjiwa pemberontak dsb.

Namun Yesus yakin kalau mereka telah mengikutiNya dan mau tinggal bersama Dia, maka perangai mereka akan berubah.Dan inilah yang mengagumkan. Hanya satu yang tak mau berubah yaitu Yudas Iskariot.

Kalau yang kita rayakan sekarang ini Rasul Simon dan Yudas Tadeus, walaupun tak pernah diceriterakan dalam kisah para Rasul, namun karena mereka ini telah dipilih oleh Yesus, mereka telah mengikuti Yesus dan tinggal bersama Yesus, maka tak ada orang menyangsikan bahwa mereka pun saksi Kristus.

Simon dikenal sebagai saudara sepupu Yesus dan saudara Yakobus muda. Ia dijuluki Zelot, yang rajin, yang meluap semangatnya. Dalam tradisi kuno, Simon ini wafat di Edessa, Irak, sebagai martir. Sedangkan Yudas sering disebut Tadeus yang berarti berani. Ia dimunculkan satu kali dalam Injil Yohanes pada Perjamuan Terakhir yang bertanya kepada Yesus:” Tuhan apakah sebabnya Engkau menyatakan DiriMu kepada kami dan bukan kepada dunia?”

Setelah kenaikan Yesus ke Surga Yudas Tadeus mewartakan Injil ke Mesopotamia dan nantinya ke Persia begabung dengan Simon Zelot. Yudas masih meninggalkan bagi kita Surat Yudas, yang memberikan dorongan dan semangat dalam waktu Umat mengalami krisis.

Bagi kita yang hidup di zama sekarang masih diberi kesempatan untuk menjadi pengikut Yesus dengan meneladan jejak para Rasul: yaitu kita mengikuti Yesus dan tinggal bersama Yesus, supaya kita dapat diutus mewartakan ajaranNya. Kalau kita rajin mengikuti Ekaristi dan mengadakan pendalaman iman, hidup kita akan diubah oleh Yesus sendiri (asal kita rela diubah), sehingga kita nanti mampu melaksanakan tugas perutusan, menjadi saksi Yesus di tengah masyakarat.

Renungan Sabtu, 25 Oktober 2014 : Bertobat

 
Pekan Biasa XXIX
 
Ef. 4:7-16;Mzm 122;Luk. 13:1-9

LUKAS 13:1-5 memberi contoh tentang ‘meneliti keaslian zaman’. Ada dua peristiwa besar. Sejumlah orang Galilea dibunuh secara keji oleh Pilatus (ay.1). Lalu, 18 orang mati ditimpa Menara Siloam (ay.2). Orang-orang menilai dua peristiwa ulah manusia dan alam itu sebagai kutukan dosa, sesuai kata Amsal 24:16, “Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana”.

Yesus mengatakan, ‘penelitiaan keaslian zaman’ seperti itu, tidak benar! “Sangkamu dosa-dosa mereka lebih besar dari dosa semua orang Galiela dan seluruh penduduk Yerusalem? Tidak!, kata-Ku kepadamu. Tetapi jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian,” kata Yesus (lih. ay.2-5).

Bertobat menjadi kata kunci dalam mengikuti Yesus. Untuk ini, Tuhan selalu memberi kesempatan seperti dikisahkan dalam perumpamaan ‘pohon ara yang tidak berbuah’(Luk.13:6-9). Para nabi menulis, hasil buruk buah pohon ara adalah lambang dari orang yang tidak setia kepada Allah (lih. Yoel 1:7.12; Hab. 3:17; Yer.8:13), dan gambaran pemimpin yang jelek (lih. Yer.24:8-10). Allah memberi waktu untuk bertobat, karena pengadilan- Nya bertujuan untuk memurnikan dan membersihkan kita dari segala dosa

Renungan Jumat, 24 Oktober 2014: Tinggal dalam Yesus

 
Pekan Biasa XXIX
 
Ef 4:1-6;Mzm 24;Luk. 12:54-59

Seluruh perikop Luk 12:49-59 merupakan satu pengajaran yang saling tersambung. Dalam ay. 49-53, Yesus bicara mengenai konsekuensi negatif bila tidak loyal kepada Allah. Ayat 54-57, para murid diminta untuk berpikir serta memutuskan secara jernih dan merdeka. Lalu, dalam ay. 58-59, Yesus meminta agar bertindak cepat.

Kita semua diberi anugerah kemampuan untuk “meneliti (keaslian) zaman” (Yun. dokimazein ton kairon), namun sering enggan untuk menggunakan (lih. ay.56).

Mengapa? Karena kita lebih suka menggantungkan diri kepada keputusan para ahli, agar merekalah yang nanti memikul tanggung jawab.

Melalui pengajaran, Yesus menunjukkan bahwa Kebenaran Allah itu telah di nyata kan “kepada orang kecil”, bukan kepada “orang bijak dan orang pandai” (lih. Luk.10:21). Dalam suratnya, Yohanes bahkan mengatakan, kita semua telah menerima pengurapan dari Tuhan, maka kita tidak perlu diajar oleh orang lain. “Pengurapan-Nya telah mengajar kamu tentang segala sesuatu..., (yang terpenting) hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia” (lih. 1 Yoh.2:27). Tinggal dalam Yesus Kristus adalah syarat utama agar kita bisa ‘meneliti keaslian zaman’.

Renungan Kamis, 23 Oktober 2014 : Api Cinta Kasih Allah

Hari Biasa Pekan XXIX 
 
Efesus 3:14-21; Mzm 33:1-2.4-5.11-12.18-19; Lukas 12:49-53

“Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala!”

YESUS  mengejutkan kita dengan sabda-Nya saat menyatakan bawa Ia akan melemparkan api dan menyebabkan perpecahan dari pada memberi damai di bumi. Apakah artinya? Mari kita pusatkan peratikan kita pada topik tentang api yang Yesus bicarakan. Api macam apaka yang ada dalam pemikiran-Nya?

Dalam Kitab Suci, api sering dihubungkan dengan Allah dan tindakan-Nya di dunia serta dalam kehidupan umat-Nya. Api dari Allah memurnikan kasih dan membersihkan hidup kita.

Saya kutipkan beberapa contoh. Dalam Kitab Keluaran 3:2, Allah berbicara kepada Musa dalam simbol api yang menyala di semak belukar namun tidak menghanguskannya. Api juga menggambarkan kemuliaan Allah (Yeheskiel 1:4, 13), kehadiran-Nya yang melindungi (2Raja 6:17), kekudusan-Nya (Ulangan 4:24), pengadilan yang benar (Zakharia 13:9), dan perlawanan terhadap dosa (Yesaya 66:15-16). Bahkan, api menggambarkan Roh Kudus (Mateus 3:11, Kisah 2:3).

Terakhir, api juga terkait denga kasih Allah sendiri yang berkobar bagi manusia. Kasih Allah dalam bara api yang menyala untuk menyucikan kita dalam diri Yesus Kristus. Kasih Allah membakar dan menyucikan hidup kt.

Dalam Adorasi Ekaristi Abadi, kita menyembah Yesus Kristus yang mengundang kita untuk meneliti hidup kita apakah kita sungguh telah mengasihi Allah di atas dan melebihi segala-galanya. Kita harus mengasihi Allah di atas segala-galanya. Semoga kasih Yesus Kristus mendorong kita untuk menempatkan Allah sebagai yang utama dari semua yang kita kerjakan dengan api cinta kasih kita kepada Allah dan sesama. Api adalah gambaran tentang cinta yang menyala.

Renungan Rabu 22 Oktober 2014 ; Miliki Komitmen dan Kesetiaan Mengikuti Kristus

YESUS  meminta kita untuk selalu siaga, siap sedia dalam menanti kedatanganNya.

Untuk itu, persiapkan diri dengan selalu melangkah di jalanNya dalam segala situasi dan kondisi.

Saat terjatuh dalam dosa, dengan rendah hati mohon ampun kepadaNya dan berbalik arah menuju pelukan kasihNya.

Mari berjuang tanpa kenal lelah untuk senantiasa hidup bersama dan bersatu denganNya.

Miliki komitmen dan kesetiaan dalam menghayati panggilan hidup sebagai murid Kristus : melayani Tuhan dan sesama dengan tulus dan penuh kasih. Sadari bahwa kelak Ia akan meminta pertanggungan jawab kita.

Tak henti-hentinya Tuhan selalu mengingatkan dan menyadarkan kita agar kita semua beroleh keselamatan.

Sudahkah kita mempersiapkan diri sedini mungkin dan dengan sebaik-baiknya?

Renungan Selasa, 21 Oktober 2014 : Siap Sedia

HARI  Biasa XXIX. 

 Ef. 2:12-22; Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14; Luk. 12:35-38

“Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.”

HARI  ini, Yesus menyampaikan kepada kita perumpamaan tentang  kesiapsediaan membuka pintu hati kia setiap saat Tu(h)an mengetuknya dan membiarkannya masuk. Yesus berkata, “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.”

Bahkan, Tu(h)an akan melayani kita apabila kita membuka pintu hati kita saat Tu(h)an datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati kita mrlenyambut-Nya. Ia akan melayani kita dengan kasih dan perhatiannya.

Apa maknanya bagi kita? Pertama, inilah undangan bagi kita untuk tetap waspada dan berjaga-jaga melayani Tuhan setiap saat Tuhan memanggil kita. Yang dibutuhkan adalah telinga yang mendengarkan dan roh perhatian.

Kedua, Tuhan Yesus telah nenjadi hamba demi kita. Sabda perumpamaan-Nya melukiskan semangat yang mengagumkan hati penih kasih hamba dan kerendahan hati untuk melayani kita umat-Nya.

Allah telah mengutus Putra-Nya yang tunggal menjadi manusia demi keselamatan kita dalam diri Yesus Kristus. Ia telah mencurahkan darah-Nya di salib untuk menebus dosa kita. Ia bahkan menjadi hamba demi kita (bdk. Filipi 2:5-8).

Ketiga, Yesus menghendaki kita berjaga menyambut-Nya setiap saat, juga saat kematian kita. Seperti ditulis dalam kitab Wahyu, “Dengarlah! Aku berdiri di depan pintu dan mengetuk. Jika kamu mendengarkan suaraKu dan membuka pintu maka Wku akan masuk dan makan (Wahyu 3:20). Jadi, mari kita bertanya pada diri kita apakah kita siap menyambut-Nya setiap saat? Apakah kita mendengarkan suara-Nya?  Kita menjawab semua pertanyaan itu dalam Adorasi Ekaristi Abadi. Kita belajar siap sedia menerima dan menyambutNya sepanjang hidup kita.

Renungan Senin 20 Oktober 2014 : Kekayaan bukan Ukuran Hidup


YESUS menolak ketika diminta untuk menjadi penengah ketika ada perselisihan soal warisan, sebab Yesus tidak menghendaki ketamakan se seorang. Sebab adanya perselisihan itu menggambarkan adanya keinginan dari satu pihak untuk meminta lebih daripada yang ditetapkan secara adil.

Yang semula warisan itu lebih boleh dikatakan sebagai hak pakai turun temurun, tetapi di sini pemohon ini rupanya ingin memiliki bagi dirinya sendiri untuk tetap dan ingin menguasainya. Maka Yesus mengatakan bahwa kekakayaan atau pemilikan harta dunia bukanlah ukuran untuk hidup.

Maka Yesus ingin mengubah arah dan pandangan orang yang tamak itu menjadi orang kaya dihadapan Tuhan. Ia mengajar dengan perumpamaan.

Orang kaya berusaha menimbun kekayaannya dengan menyimpannya ke dalam lumbung. Dan ia merasa puas dengan kekayaanya itu sampai mengatakan; Jiwaku, ada banyak barang yang bertimbun untuk bertahun-tahun. Beristirahat lah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah.

Tetapi orang itu tidak tahu bahwa maut datang untuk mencabut nyawanya. Maka yang jadi soal: Untuk siapakah harta benda yang bertimbun-timbun itu? Inilah yang menjadi pertanyaan bagi kita: Untuk siapakah harta yang banyak itu. Harta benda tidak bisa dibawa mati, tidak bisa dibawa ke akhirat. Mau tak mau harus ditinggal.

Pernah terjadi ada seorang kaya yang sakit keras. Ia mengatakan kepada istrinya supaya semua harta kekayaan yang beruapa emas dan perhiasan serta benada yang berharga di dekatkan pada tempat tidurnya, karena ia ingin selalu melihatnya. Dan dipanggilnya semua anak-anaknya disekitar tempat ia berbaring.

Ia mengatakan bahwa harta yang ada di dekatnya itu tidak akan dibagi-kan, tetapi harus juga ikut dikuburkan bersama dengan dirinya. Istri dan anak-anaknya cuma tertegun saja. Dan memang akhirnya orantua itu mati. Tetapi bagaimana reaksi anak-anak dan isterinya? Mereka bukan menguburkan harta kekayaan itu dengan memasukkan ke dalam peti, tetap mereka berebut dan bertengkar untuk menguasai barang–barang itu.

Inilah gambaran ketamakan. Dengan ada harta benda orang yang bersaudara bisa jadi musuh, kalau ada ketamakan. Harta yang sebenarnya dapat untuk mengembangkan hidup bersama malahan jadi penghancur keluarga. Demikian pula yang terjadi di masyarakat kita. Kekayaan yang berlimpha mestinya dapat mensejahrerakan hidup bersama, tetap malahan seringkali jadi sumber malapetaka.

Semoga kita dibebaskan dari ketamakan dan diseri semangat murah hati, mau berbagi dan saling mengasihi.

Renungan Sabtu 18 Oktober 2014: Membawa Damai

YESUS mengutus 70 muridNya berdua-dua ke setiap kota yang hendak dikunjungiNya. Perutusan ini bukan pertama-tama untuk mengajar, tetapi membawa damai kepada orang yang dikunjungi.

Para murid diharapkan memberi kesaksian melalui perilakunya dan pelayanannya pada keluarga yang dikunjungi, dengan memperingan penderitaan mereka kalau ada yang sakit. Dalam kesaksian ini para murid tidak boleh mengandalkan bekal, tetapi berani percaya pada penyelenggaraan Tuhan sendiri.

Membawa damai disini bukan hanya sekedar mengucapkan kata-kata “damai sejahtera bagi rumah ini”, tetapi membuat gembira yang dikunjungi, sehingga kunjungan menjadi berkat Tuhan sendiri.

Inilah yang paling sulit. Cirinya yaitu bahwa yang mengunjungi diterima oleh yang punya sebagai saudara sendiri. Memang tujuan kunjungan ini untuk membangun persaudaraan yang sejati, sebab dalam suasana persaudaraan ini kehadiran Tuhan Allah dapat dirasakan.

Memang inilah yang dimaksudkan dengan mewartakan Kerajaan Allah sudah dekat. Perutusan para murid ini dimaksud oleh Tuhan Yesus untuk membuka jalan bagi kehadiran dan pewartaanNya, sehingga ajaran Yesus tentang kebaikan Allah juga dapat diresap dan diterima oleh masyarakat.

Demikianlah perutusan kita di tengah masyarakat juga untuk membuka jalan untuk pewartaan dari Yesus. Dapat dikatakan ciri keberhasilan pewartaan dan atau penyebaran iman Katolik sangat didasarkan suasana persaudaraan yang dibangun oleh para utusan,

Maka dapat dilihat dimana para utusan dekat dengan masyarakat umum, maka Firman Tuhan juga dapat diterima dengan baik. Oleh sebab itu perintisan jalan masuk penyebaran iman lebih diutamakan melalui karya sosial, bakti sosial dan membina kerukunan.

Ada seorang imam ditanya oleh temannya: “Berapa jumlah Umat Katolik yang telah kaubaptis dari daerahmu?”

Maka imam itu menjawab:”Mengapa yang ditanyakan ‘berapa Umat yang telah kau baptis’
Itu tidak penting bagi saya saat ini. Tetapi saya bangga, bahwa di masyarakat yang saya datangi itu, orang-orang sudah bisa hidup rukun, bisa saling menerima, saling memahami dan menghargai, meski ada perbedaan keyakinan dan tingkatan pendidikan. Karena aku merasa bahwa aku diutus untuk membawa kasih Allah dan persaudaraan.”

Renungan Jumat,17 Oktober 2014 : Waspadalah terhadap Kemunafikan

TERNYATA kemunafikan orang Farisi yang sering dikritik oleh Tuhan Yesus sekarang ini masih banyak menggejala di masyarakat, bukan saja didalam diri Umat Katolik atau Warga Gereja, tetapi dalam diri orang yang merasa memiliki agama yang paling benar dan memperlihatkan diri sebagai kelompok yang perlu dianut oleh semua orang.

Mereka ini selalu menuntut agar semua orang mengikuti aturannya, karena mereka yakin bahwa aturan yang mereka pegang ini sebagai yang dikehendaki oleh Tuhan Allah sendiri. Dan kalau ada yang berani melawan, maka celakalah yang melawan itu.

Seperti kita tahu kaum Farisi itu termasuk kelompok garis keras, karena apa- apa yang tidak cocok dengan faham mereka, mereka singkirkan, termasuk para nabi utusan Allah juga banyak mereka singkirkan dan mereka bunuh. Mereka mengancam Yesus dan menolak ajaranNya.

Demikian pula aliran yang ada pada masyarakat kita di zaman sekarang ini juga meresahkan masyarakat. Mereka kelompok fundamentalis dan extremis. Maka Tuhan Yesus memberi nasehat kepada para muridNya: “Waspadalah terhadap ragi, kemunafikan kaum Farisi. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi yang tak kan diketahui…. Hai sahabat-sahabatKu, janganlah kalian takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh tetapi kemudian tak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepadamu siapakah yang harus kalian takuti. Takutilah Dia yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang kedalam neraka…”

Pesan yang mau disampaikan kepada kita, yaitu supaya kita tetap berani berpegang pada iman kita, setia kepada Firman Tuhan dan berani menghadapi tantangan yang mungkin membuat kita cemas. Justru pada saat sekarang ini kita diingatkan untuk menjalin hubungan baik dengan orang-orang dari kelompok lain yang masih sejalan dengan pikiran kita.

Karena kelompok fundamentalis akan merasa merasa tersisihkan kalau masyarakat yang tidak mendudukung gagasannya semakin bersatu. Lebih-lebih kalau banyak orang sudah bisa memahami keadilan dan kebenaran yang pelu diperjuangkan.Tuhan mengatakan bahwa Ia akan tetap memelihara kita. Kita lebih berharga daripada burung pipit

Renungan Kamis, 16 Oktober 2014 : Yesus, Kunci Kerajaan Surga

Hari Biasa Pekan XXVIII

Efesus 1:1-10; Mzm 98:1.2-6; Lukas 11:47-54

“Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat, sebab kalian telah mengambil kunci pengetahuan. Kalian sendiri tidak masuk ke dalamnya, tetapi orang yang berusaha masuk kalian halang-halangi.”

DALAM  arti tertentu, Injil merupakan satu kacamata spiritual dan eksklusif untuk melihat segala sesuatu tentang hidup kita. Hari ini kita dapat melihat bagaimana kebijaksanaan Allah, dalam Yesus Kristus, membebaskan kita dari kemenduaan hati dan kebutaan rohani kita.

Allah telah mengutus Yesus untuk membuka telinga kita untuk mendengar dan mengerti sabda dan kehendak-Nya bagi kita. Ia adalah personifikasi suara Allah bahkan kehadiran-Nya sendiri. Ia berbicara atas nama Allah.

Yesus adalah kunci pengetahuan yang membuka kerajaan surga bagi kita. Yesus adalah kunci surga bagi siapa pun yang menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dialah kebijaksanaan Allah dan sumber hidup abadi  dan kekal.

Dalam Adorasi Ekaristi Abadi, kita mohon kerendahan hati yang membantu kita mampu menerima Yesus sebagai kebijaksanaan Allah. Kita berserah kepada Allah yang selalu siap berbicara kepada kita dan menganugerahkan kebijaksanaan kepada kita.

Renungan Rabu, 15 Oktober 2014 : Menempuh Jalan Kemurahan, Berbela Rasa kepada Sesama

PW St. Theresia dari Avila, Perawan dan Pujangga Gereja

Galatia 5:18-25; Mzm 1-2.3.4.6; Lukas 11:42-46.

“Celakalah kalian juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kalian meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang tetapi kalian sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun.”

DARI Injil hari ini kita dapat merasakan bahwa Yesus marah kepada para pemimpin Yahudi karena meteka gagal mendengarkan sabda Allah. Karenanya mereka juga salah mengarahkan umat dalam menempuh jalan Tuhan. Alih-alih membawa umat ke jalan Tuhan, mereka hanya membawa orang ke dalam semangat Farisiisme.

Salah satu ciri Farisiisme adalah terlalu detil pada yang kecil-kecil yang tidak penting dan menolak memberi hati dan cinta kepada kaum papa dan duafa. Mereka menaruh beban-beban yang tidak perlu sementara mereka (orang Farisi) tidak mau menyentuhnya. Mereka juga tidak mau peduli kepada kaum lemah dan miskin.

Inilah pesan Injil bagi kita. Inti dari perintah-perintah Allah adalah kasih. Allah sendiri adalah kasih. Kita dipanggil untuk mengasihi sesama. Kasih Allah itu tanpa syarat dan seutuhnya terarah kepada kita demi kebaikan kita. Segala yang Allah lakukan selalu mengalir dari kasih-Nya kepada kita.

Dalam Adorasi Ekaristi Abadi kita belajar bertumbuh dalam kasih sejati yang memeluk dan mengangkat beban-beban sesama. Kita mohon kepada Yesus agar mampu membantu sesama kita mengangkat beban mereka. Kita juga mohon agar dianugerahi rahmat yang cukup setiap untuk mengasihi sebagaimana Tuhan mengasihi kita.

Renungan Selasa, 14 Oktober 2014 : Bersihkan Hati dan Kembangkan Kemurahan hati

Hari Biasa XXVIII

Gal. 4:31b – 5:6; Mzm. 119:41,43,44,45,47,48; Luk. 11:37-41

“Berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”

YESUS  sungguh luar biasa! Itulah sebabnya, setelah mendengarkan kotbah-Nya, seorang Farisi mengundang-Nya untuk makan. Mengapa? Tak diragukan, karena ia ingin mendengarkan Dia lagi dan lebih, Dia orang yang istimewa luar biasa itu. Dialah yang menyampaikan sabda Allah tidak seperti orang-orang lain sebelumnya.

Pada kesempatan makan tersebut Yesus tidak mengikuti aturan hukum Taurat yakni dengan mencuci tangan sebelum makan. Ketika orang Farisi melihat hal itu, mereka heran. Yesus pun mulai mrngajar dia dan berkata, “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”

Tentu saja, Yesus tidak lupa atas aturan hukum itu. Yesus justru hendak menggunakan kesempatan itu untuk menyatakan kepada oran Farisi itu tentang kesucian dan kebersihan hati. Yesus menantangnya untuk dadar bahwa bagi Allah yang lebih penting bukan tangan yang bersih untuk makan tetapi budi dan hati yang bersih untuk memberi makan alias berderma. Yesus menunjukkan kepada orang Farisi itu agar menyingkirkan semua pikiran dan semangat yang kotor dan jahat seperti ketamakan, keangkuhan, kepahitan, keirian dan kesombongan.

Dengan menyembah Yesus dalam Adorasi Ekaristi Abadi, kita belajar untuk memberibdenga bebas dan murah hati kepada yang butuh kasih, belarasa, kebaikan dan belas kasih kita. Kita mohon kepada Tuhan agar hati kita penuh kasih dan belarasa sehingga tak ada lagi ruang untuk keirian, ketamakan, kepahitan dan

Tuhan Yesus Kristus, ubahlah hati, budi, dan sikap kami agar kami kebih peduli kepada sesama. Penuhilah kami dengan kasih-Mu dan tingkatkan rasa haus kami akan kekudusan. Bersihkan hati kami dan bebaskan kami dari yang jahat hingga hati kami bersih dan suci serta merdeka dan murah hati kepada sesama, kini dan selamanya. Amin.

Renungan Senin , 13 Oktober 2014 : Say It with Flower

“Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini.” (Luk 11, 30)

MANUSIA mengenal dan menggunakan banyak tanda di dalam berbagai aktivitas hidupnya. Dalam dunia tulis menulis terdapat banyak tanda, seperti tanda koma, titik, seru, tanya.

Tanda baca diperlukan agar orang bisa menyampaikan gagasannya dengan jelas, runtut dan sistematis, sehingga para pembaca bisa memahaminya dengan mudah.

Dalam dunia ekspedisi dan perdagangan digunakan banyak tanda, seperti tanda pengiriman, tanda terima, tanda pembayaran. Tanda-tanda ini diperlukan untuk memastikan bahwa barang kiriman sudah dikirim dan diterima, dan kewajiban pembayaran sudah terpenuhi.

Dalam perjalanan terdapat banyak tanda-tanda lalu lintas, baik dalam bentuk gambar maupun tulisan, sehingga banyak orang terbantu untuk menemukan arah perjalanan yang tepat dan tidak tersesat.

Dalam sebuah gedung perkantoran juga terdapat banyak tanda yang menunjuk ruang-ruang tertentu.
Orang-orang yang berprestasi juga mendapatkan tanda penghargaan. Bahkan orang-orang yang sudah mati pun ditandai dengan nisan pada kuburnya.

Tanda dibuat dari berbagai macam hal; bentuknya bisa berwujud gambar atau tulisan. Tanda dipergunakan dengan maksud atau tujuan tertentu, yakni memberikan arah atau keterangan tentang sesuatu hal.

Dalam soal tanda, Yesus pun mengajarkan bahwa tanda-tanda tidak hanya berkaitan dengan materi tertentu. Manusia pun bisa menjadi tanda. Yunus menjadi tanda bagi orang Ninive, yakni tanda yang menunjukkan pertobatan.

Anak Manusia juga menjadi tanda, yakni tanda besarnya kasih Allah kepada umat manusia yang berdosa. Tokoh-tokoh besar lain juga menjadi tanda bagi bangsanya, seperti Mahatma Gandhi, sebagai tanda perlawanan terhadap penjajah; Nelson Mandela menjadi tanda perlawanan terhadap diskriminasi warna kulit.

Bahkan tidak hanya tokoh-tokoh besar yang bisa menjadi tanda. Setiap orang juga bisa menjadi tanda dalam konteks hidupnya. Para siswa yang menang olimpiade sains bisa menjadi tanda dari mutu atau kualitas sekolahnya. Anak-anak di dalam keluarga juga bisa menjadi tanda cinta kasih bapak dan ibu mereka. Dalam hal apa diriku menjadi tanda: apakah tanda yang baik dan membanggakan atau tanda yang mendatangkan aib dan kehancuran?


Renungan Minggu, 12 Oktober 2014 : Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih

Hari Minggu Biasa XXVIII



Yes. 25:6-10a; Mzm. 23:1-3a,3b -4,5,6; Flp. 4:12-14,19-20; Mat. 22:1-14


Kalau kita suatu saat diundang oleh salah seorang tokoh untuk hadir dalam perjamuan yang diadakannya, biasanya kita sangat senang. Apalagi kalau tokoh tersebut adalah orang yang terkenal baik, bukan sekedar pejabat yang mendapatkan jabatannya karena suap dan berbagai trik buruk lainnya. Dalam hati, kita merasa berharga dan tersanjung sehingga untuk menghadiri undangan tersebut, kita mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan pada hari "H" kita akan hadir dengan penampilan yang terbaik. Namun, rupanya hal itu kadang/sering tidak terjadi atau tidak kita buat dalam menanggapi undangan perjamuan dari Tuhan. Berbagai macam alasan kita buat untuk tidak hadir memenuhi undangan-Nya untuk merayakan Ekaristi, berdoa, membaca dan merenungkan Kitab Suci, serta berbagai macam kegiatan Gereja seperti pendalaman iman, pertemuan adven dan prapaskah, atau rosario yang di bulan Oktober ini banyak lingkungan mengadakannya setiap hari. Tentu, dari semuanya itu, yang paling penting dan sungguh-sungguh merupakan perjamuan adalah Ekaristi, di mana Tuhan menyediakan hidangan istimewa bagi kita, yakni Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Aneh ya, kita itu. Lha diundang oleh tetangga atau tokoh yang kita anggap penting dalam masyarakat saja, kita semangat untuk datang. Bahkan, kita tidak hanya datang begitu saja, tetapi juga membawa amplop sumbangan yang isinya tidak sedikit. Tetapi ketika Tuhan yang mengundang, kita malah abai, boro-boro menyiapkan persembahan. Ssssst (tidak usah dijawab), kira-kira besar mana ya isi amplop sumbangan kita dibanding kolekte/persembahan kita? Jangan-jangan kita tidak lagi menganggap Tuhan itu penting dalam hidup kita. 

Renungan Sabtu, 11 Oktober 2014 : Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya

Hari Biasa Pekan XXVII

Gal. 3:22-29; Mzm. 105:2-3,4-5,6-7; Luk. 11:27-28.

Salah satu kebahagiaan seorang ibu adalah pada saat ia dapat mengandung dan menyusui anaknya. Maka, banyak ibu yang sudah lama menikah tetapi tidak kunjung mengandung, sangat rindu dan melakukan berbagai macam upaya untuk bisa mengandung dan mempunyai anak. Pada saat mengandung, mereka pasti juga menyadari bahwa mereka akan menderita pada saat melahirkan. Namun, mereka tetap bahagia. Demikian pula, ibu-ibu yang ASInya tidak cukup atau tidak lancar pada saat menyusui. Mereka berupaya untuk minum jamu ini dan itu agar produksi ASInya cukup. Nah, itulah kebahagiaan para ibu. Apalagi kalau di kemudian hari, anaknya tersebut tumbuh dengan baik serta menjadi orang yang hebat. Rasanya, hal inilah yang membuat seorang perempuan dalam Injil hari ini berseru, "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau" setelah ia mendengarkan pengajaran Yesus dan menyaksikan karya-karya-Nya. Saya yakin, Yesus tidak menolak hal ini. Ia sangat menghargai dan menghormati Bunda Maria yang telah mengandung dan menyusui-Nya. Namun, pada waktu itu Yesus sedang mengajar. Maka, Ia menempatkan kebahagiaan dalam konteks pengajaran-Nya. Yang berbahagia bukan hanya Bunda Maria yang telah mengandung dan menyusui-Nya tetapi juga semua orang yang "mengandung" sabda Tuhan dalam hati dan budinya lalu mewujudkannya dalam tindakan sehari-hari.
 

Renungan Jumat, 10 Oktober 2014 : Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu

Hari Biasa Pekan XXVII
 
Gal. 3:7-14; Mzm. 111:1-2,3-4,5-6; Luk. 11:15-26.

Kita mengalami betapa tidak mudahnya bertobat. Setiap kali kita membersihkan diri dari segala dosa melalui sakramen rekonsiliasi, kita selalu saja jatuh ke dalam dosa. Lagi, lagi dan lagi. Ya memang begitulah. Roh jahat akan selalu kembali kepada kita untuk menggoda dan membuat kita kembali jatuh dalam dosa. Hal ini terjadi pada orang yang rajin membersihkan diri dengan mengaku dosa, apalagi bagi yang tidak pernah atau jarang mengaku dosa. Oleh karena itu, justru karena kita menyadari bahwa roh jahat selalu ingin masuk ke dalam pikiran dan perasaan kita sehingga kita mudah sekali berbuat dosa dalam perkataan dan tindakan, maka kita harus semakin sering dan tekun membersihkan diri. Bukan sebaliknya. Kita tidak boleh berpikir: buat apa mengaku dosa kalau toh berbuat dosa lagi. Kalau kita berpikir begitu, itu sama artinya kita berpikir: buat apa mandi kalau toh badan kita kotor lagi. Dengan pengakuan dosa, kita tidak hanya mendapatkan pengampunan atas dosa-dosa kita tetapi juga mendapatkan tenaga dan kuasa untuk mengusir setan yang senantiasa ingin menggoda dan menaklukkan kita.

Renungan Kamis, 09 Oktober 2014 : Engkau Baik





Pekan Biasa XXVII

 Gal 3:1-5; Mzm 1; Luk 11:5-13

Bacaan Injil hari ini adalah salah satu ayat emas bagi banyak pengikut Kristus, “Carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Di sini Yesus memberikan suatu perbandingan antara Bapa surgawi dengan bapa di dunia. Seorang bapa tidak akan memberi ular dan kalajengking kepada anaknya yang minta ikan dan telur. Rahasia dari perikop ini adalah suatu kesadaran yang begitu dalam bahwa relasi dalam keluarga seharusnya bisa membantu kita untuk mengenal dan memahami Allah yang kita sebut Bapa.

Kasih orangtua kepada anak-anak kadang tidak bisa begitu mudah dijelaskan. Orangtua yang baik kadang berkorban untuk anaknya tanpa banyak per timbangan. Orangtua berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anak nya. Maka, tidaklah heran bila orangtua akan sangat terpukul, kecewa, bahkan marah, bila anak yang dikasihinya membalas kasih itu dengan sikap pembe rontakan, melawan bahkan membangkang. Orangtua juga tahu betul kapan waktu yang terbaik untuk mengabulkan permohonan anak-anaknya.

Kadang orangtua harus bisa melepas anaknya, tetapi sambil memantau dari jauh dan menjaga dengan doa mereka. Pemahaman inilah yang sangat membantu kita untuk memahami relasi kita sebagai anak-anak Allah dengan Bapa kita di surga yang sungguh amat baik.

Renungan Rabu, 08 Oktober 2014 : Ajarlah Berdoa


 
Pekan Biasa XXVII
 
Gal 2:1-2, 7-14; Mzm 117; Luk 11:1-4

Dalam bacaan pertama Paulus menceritakan pengalaman diakui oleh para rasul. Hal itu sungguh tidak mudah. Paulus memerlukan waktu kurang lebih 14 tahun untuk membuktikan perubahan hidup. Paulus melihat seluruh hidupnya adalah sebuah doa dan pujian kepada Allah. Hal itulah yang membuat dia berani hidup sebagai orang benar di hadapan Allah dan sesama.

Mzm 117 adalah mazmur terpendek dari 150 bab dalam Kitab Mazmur. Hanya dua ayat di mana pemazmur memuji kasih dan kesetiaan Tuhan yang berlaku selama-lamanya untuk manusia. Sementara nanti Mzm 119 adalah Mazmur terpanjang dengan 176 ayat. Kedua Mazmur unik ini membungkus Mzm 118 yang merupakan pujian dan syukur atas segala kebaikan Tuhan.

Dalam bacaan Injil, para murid melihat Yesus sedang berdoa. Pada waktu Yesus berhenti berdoa, merekapun meminta Yesus mengajarkan mereka untuk berdoa. Yesus pun mengajarkan mereka tentang doa yang kita kenal sebagai doa Bapa Kami. Artinya, doa Bapa Kami adalah doa Yesus sendiri kepada Bapa-Nya. Inilah rahasia kekuatan Tuhan Yesus untuk menjalani suka duka perutusan-Nya di dunia.

Lagi-lagi, kunci dari doa Yesus pertama- tama adalah suatu ucapan syukur dan pujian kepada Allah, “Bapa, dikuduskanlah nama-Mu.” Setelah itu barulah rangkaian permohonan seperti mohon rejeki, pengampunan dosa dan pelepasan dari segala pencobaan.

Renungan Selasa, 07 Oktober 2014 : Ia Peduli

 
Pw SP Maria, Ratu Rosario
 
Gal 1:13-24; Mzm 139; Luk 10:38-42

Keajaiban hidup sungguh terjadi bila kita mau melihat campur tangan kasih Tuhan dalam hidup kita. Tuhan yang selalu mengerti dan memahami siapa kita, namun Ia selalu mengasihi kita dan menghendaki kita untuk bahagia. Inilah yang diungkapkan pemazmur hari ini (ay.13-14).

Pengalaman pemazmur sungguh men jadi hidup dalam diri Paulus dalam bacaan pertama. Ia merefleksikan kembali perjalanan hidupnya. Kasih karunia Allah telah mengubah hidup dia secara total. Pengalaman dikasihi Allah inilah yang mendorong Paulus untuk menjalani misi baru, yaitu mewartakan kemuliaan Allah kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi.

Tuhan yang sungguh mengerti dan peduli dengan hidup kita terungkap dalam kisah Maria dan Marta. Tuhan Yesus meluruskan teguran Marta yang karena kesibukannya berkata kepada Yesus, “Tuhan, tidakkah Engkau peduli?” Yesus memahami gerak hati setiap umat-Nya. Ia menghendaki kita agar tidak perlu iri hati seolah Tuhan tidak adil dan pilih kasih.

Renungan Senin, 06 Oktober 2014 : Perbuatlah Itu


“Ia menghendaki kita agar tidak perlu iri hati seolah Tuhan tidak adil dan pilih kasih.”

Pekan Biasa XXVII; Gal 1:6-12; Mzm: 111; Luk 10:25-37

Selama satu minggu ini, kita akan mendalami Surat Paulus kepada jemaat di Galatia. Paulus heran terhadap jemaat di Galatia yang karena pengajaran sesat lalu berbalik meninggalkan Kristus. Mereka diracuni ajaran sesat yang hanya mengajarkan tentang kenikmatan dan kesukaan manusiawi saja.

Bacaan Injil hari ini adalah salah satu masterpiece dalam Injil Lukas, tentang orang Samaria yang baik hati. Yang menarik untuk digali adalah ay.28, yang adalah tanggapan Yesus atas jawaban ahli Taurat tentang mengasihi Tuhan Allah dan sesama dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi. Yesus menanggapinya, “Jawabmu itu benar. Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”

Bagi Yesus, suatu ajaran disebut benar dan membawa orang kepada hidup bila ajaran itu dilakukan dalam hidup sehari- hari. Kecenderungan manusia hanya melakukan ajaran Tuhan, kalau itu menguntungkan, tidak menambah beban dan mengenakan dirinya.

Mazmur memberikan kita petunjuk, supaya tidak mudah jatuh atau melenceng kepada pengajaran sesat. Salah satu cara menurut pemazmur adalah senantiasa ada berada di dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaat (ay. 1).

Renungan Minggu 05 Oktober 2014 : Belajar dari Orang Tua

 
Semoga berkat sentuhan rahmat dan kuasa Allah yang menghidupkan dan mendamaikan, yang hadir pada Tubuh Tuhan dalam Ekaristi, kita menjadi putra-putri Gereja yang memenuhi harapan-Nya

Minggu Biasa XXVII
 
Yes 5:1-7; Mzm 80; Flp 4:6-9; Mat 21:33-43

Bertepatan dengan Minggu Biasa ke-27, Gereja mengenang seorang kudus, St Anna Maria Gallo. Semasa remaja, ia mengalami banyak penderitaan batin karena menolak dipaksa kawin dengan pemuda pilihan orangtuanya. Melewati hari-harinya yang penuh penderitaan batin, Anna berusaha menyebarkan kebaikan bagi orang lain, terutama orang sakit dan miskin. Ia juga bersandar kepada Tuhan. Ia mengikuti Misa dan menyambut Tubuh Kristus dalam Ekaristi setiap hari. Ia mendapat anugerah stigmata, lima luka suci seperti yang dialami Yesus di kayu salib: luka di kedua telapak tangan, kedua telapak kaki, dan lambung-Nya.Kristus memperlihatkan diri sebagai pokok sukacita dan kebanggaan Anna dalam menghadapi penderitaannya, sambil tetap menjadikannya sebagai pancaran kebaikan yang meringankan beban hidup orang lain.

Kristus yang menghadirkan diri sebagai pokok sukacita tampak juga dalam kisah mengenai kaisar-kaisar Romawi yang tidak suka pada agama Kristen selama lebih dari 300 tahun. Orang Kristen dikejar, ditangkap, dan dianiaya secara kejam. Dengan penganiayaan itu, mereka berharap orang-orang dan agama pemuja Kristus yang menolak memuja dewa-dewi Romawi lenyap dari muka bumi. Namun, Kristus menghadirkan diri sebagai pokok sukacita dan kebanggaan orang Kristen, sehingga prinsip dan keyakinan iman jemaat Kristen justru kian kuat. Jumlah jemaat Kristen pun kian banyak.

Pada Minggu ke-24, 14 September lalu, Gereja merayakan Pesta Salib Suci, Salib Yesus jalan keselamatan. Ketika menaklukkan Tanah Suci dan menduduki Yerusalem, Raja Persia merampas Salib Yesus di puncak Golgota dan membawanya ke Persia. Tak lama, ketika Kaisar Romawi, Heraklius mengalahkan Persia, Salib Yesus dikembalikan. Heraklius memikul sendiri Salib itu hingga ke puncak Golgota. Boleh yakin bahwa Kaisar Heraklius ditarik oleh rahmat dan kuasa Allah yang memberikan sentuhan menghidupkan dan mendamaikan. “Tak seorang pun dapat datang kepada- Ku kalau ia tidak ditarik oleh Bapa” (Yoh 6:44). Dalam Yoh 12:32, Yesus mengungkapkan, “Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada- Ku.”

Pada abad IV, Salib Yesus ditemukan lagi oleh St Helena, ibu Kaisar Konstantinus Agung. Tahun 324, St Helena berziarah ke Tanah Suci untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas rahmat bagi keluarganya. Dalam ziarah itu, ia bertekad menemukan Salib Suci.

Usai berjerih payah mencari, St Helena menemukan tiga salib di sebuah sumur dekat bukit Golgota, Yerusalem. Betulkah ketiga salib itu adalah salib yang ia cari? Lalu manakah Salib Yesus? Dengan bantuan Uskup Makarios, ketiga Salib itu disentuhkan satu per satu pada seorang wanita sakit yang tak tersembuhkan. Ketika salib ketiga disentuhkan, wanita itu langsung sembuh. Salib itulah yang diyakini sebagai Salib Yesus. Berlimpah kegembiraan, St Helena mohon kepada putranya, Konstantinus agar mendirikan sebuah gereja di atas bukit Golgota untuk menyimpan Salib itu. Dua buah gereja lain dibangun di Betlehem, tempat kelahiran Yesus dan di bukit Zaitun, tempat Yesus mengalami sakrat maut dan tempat Yesus diangkat ke surga.

Dari kisah tersebut, kita boleh yakin, Kaisar Heraklius, Konstantinus Agung, St Helena dan St Anna Maria pasti ditarik oleh rahmat dan kuasa Allah yang memberikan sentuhan menghidupkan dan mendamaikan. Mereka pun mampu memilih untuk bertindak demikian.

Semoga berkat sentuhan rahmat dan kuasa Allah yang menghidupkan dan mendamaikan, yang hadir pada Tubuh Tuhan dalam Ekaristi, kita menjadi putra-putri Gereja yang memenuhi harapan-Nya. Ini sebagaimana diungkapkan dalam bacaan pertama (Yes 5:1-7), yaitu menjadi kebun anggur yang menghasilkan buah yang baik dan bukan buah asam. Semoga berkat tarikan rahmat dan kuasa Allah itu pula, kita menjadi penggarap-penggarap kebun anggur, yang memenuhi harapan Tuhan. Seperti diungkapkan dalam Injil (Mat 21:33-43), semoga kita bisa menjadi penggarap kebun anggur yang rela menyerahkan bagian dari hasilnya kepada Tuhan dan sesama pada waktunya. Seperti St Anna, sekalipun melewati hidup dalam penderitaan, kiranya kita tetap berusaha agar Tuhan dan orang lain, terutama orang lemah dan miskin, bisa menikmati kebaikan yang berasal dari diri, kerja, dan kepedulian kita.

Renungan Sabtu, 04 Oktober 2014 : Mengucap Syukur

 
Pw St Fransiskus dari Assisi
 
Ayb 42:1-3,5-6,12-16; Mzm 119; Luk 10:17-24

Dalam alam pikiran orang Yahudi, langit dan angkasa raya memuat aneka roh jahat dan kekuatan gaib yang sangat mengganggu manusia. Maka lumrah jika sekembali dari tugas perutusan, hal pertama yang dilaporkan para murid kepada Yesus adalah, “setan-setan takluk kepada kami demi Nama-Mu...” (10:17). Mereka mengalami, dalam kuasa Yesus, iblis telah dikalahkan dan tak berdaya lagi menindas manusia.

Yesus menjernihkan motivasi heroik para murid menjadi lebih teosentrik. Mereka tidak boleh berpuas diri karena mampu menaklukkan roh jahat, namun harus bersukacita, karena nama mereka terdaftar di surga. Artinya, tempat mahatinggi itu kini bukan lagi diduduki roh-roh jahat, tetapi oleh murid-murid yang diikutsertakan Yesus untuk memerintah dalam kuasa yang Ia terima dari Allah Bapa. Yesus bersyukur, Allah berkenan kepada orang kecil yang hatinya terbuka, bukan kepada orang bijak pandai yang menutup diri.

Bersama Fransiskus Assisi, kita mohon karunia mata hati untuk memandang Kerajaan Allah di dunia, Kerajaan Damai yang melingkupi alam semesta sehingga kita dapat menyapa matahari sebagai saudara dan menyebut bulan sebagai saudari.

Renungan Jumat, 03 Oktober 2014 : Mengenal Diri

 
Pekan Biasa XXVI
 
 Ayb 38:1, 12-21; 39:36-38; Mzm 139; Luk 10:13-16

Lukas mencatat dua macam pengutusan.
Pertama, Yesus memilih dua belas rasul yang menjadi lambang dua belas suku Israel.
Kedua, Ia memilih dan mengutus tujuh puluh murid. Pengutusan kedua menggarisbawahi karya Yesus yang tak terbatas kepada tempat kelahiran dan masa kehidupan-Nya. Para murid diutus ke setiap kota dan semua tempat di seluruh dunia.

Misi yang dipercayakan Yesus bukanlah misi temporer, tetapi berlangsung sampai hari penghakiman. Pada hari itu setiap orang akan menuai yang ditaburnya. Mereka yang menolak Kabar Baik namun bangga karena merasa diri sebagai bangsa pilihan, akan menyaksikan bahwa nasib mereka tidak lebih baik daripada bangsa dan kota-kota yang selama ini dicap sebagai kaum kafir.

Para utusan bagaikan kawanan kecil di tengah belantara dunia luas dan buas. Yesus memberi petunjuk cara bersikap dalam mengamalkan tugas misioner. Jangan berkecil hati atas penolakan, karena yang ditolak sesungguhnya Sang Pengutus sendiri. Namun perlu tahu diri alias tak angkuh jika berhasil diterima, sebab karya mulia itu milik Allah. Yang berasal dari Allah harus bermuara pada kemuliaan Allah, bukan kepada peninggian ego atau arogansi para utusan. Hati Kudus Yesus, ajarilah kami mengenal diri sejati kami di hadapan-Mu.

Renungan Kamis, 02 Oktober 2014 : Memenuhi Syarat

 
Pw Para Malaikat Pelindung
 
Kel 23:20-23a; Mzm 91; Mat 18:1-5,10

Orang yang bertobat membuka diri setiap saat untuk menerima rahmat trans formasi atau daya perubahan dari hidup lama menuju hidup baru. Bertobat merupakan konsekuensi dan cara hidup yang relevan dari setiap murid Kristus. Dalam bertobat, kita mati terhadap dosa dan bangkit bersama Yesus untuk hidup bagi kemuliaan Allah.

Anak kecil memiliki sifat jujur, sederhana, mudah percaya dan bergantung penuh kepada orang dewasa. Orang jujur adalah orang merdeka yang tak terikat kepentingan pribadi. Sederhana membuat orang mudah bersyukur, ia tak tamak dan mampu berbagi dengan sesama. Mudah percaya dan bisa bergantung kepada orang lain membutuhkan keterbukaan serta pengakuan akan keterbatasan dan ke rapuhan diri sebagai manusia berdosa. Defisit interdependensi melumpuhkan orang untuk menjadi manusia dewasa.

Rendah hati bukan hanya syarat, tapi kunci masuk Kerajaan Allah. Yesus meninggalkan surga mulia dan mengosongan diri untuk mengambil rupa seorang manusia. Melalui pengosongan diri dan inkarnasi, Dia menjadi yang sulung di antara kita dan membawa kita kepada Allah. Tak ada keutamaan yang lebih tinggi daripada kerendahan hati. Sudahkah saya berjuang memenuhi syarat masuk dalam Kerajaan Allah?

Renungan Rabu, 01 Oktober 2014 : Memahami Syarat

 
Pesta St Teresia dari Kanak-Kanak Yesus
 
1 Kor 12:31-13:13; Mzm 131; Mat 18:1-5

Dalam banyak kesempatan melayani sesi tanya jawab, beberapa kali saya mengalami kesulitan, lantaran pertanyaan yang diajukan tak logis dan memantulkan kacau pikiran si penanya. Hari ini, Matius mengangkat pertanyaan yang di lontarkan para murid kepada Yesus, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Pertanyaan aneh! Kerajaan Surga adalah Kerajaan terbesar dan Allah yang empunya Kerajaan itu Maha Besar. Adakah sesuatu atau seseorang yang masih dapat disebut lebih besar daripada-Nya?

Penginjil Markus mencatat para murid bertengkar tentang siapa yang paling besar. Maka, tak heran jika tema ini dibingkai dua perikop yang cukup berat, yaitu kecaman Yesus terhadap orang yang kurang percaya dan kritik pedas Yesus terhadap orang yang menyesatkan sesama. Yesus tidak langsung menjawab tentang siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Ia mengajar para murid memahami lebih dulu tiga syarat untuk masuk Kerajaan Surga; bertobat, menjadi seperti anak kecil, dan rendah hati.

St Teresia dari Kanak-Kanak Yesus, semoga teladan cinta kasih dan kerendahan hati yang sangat cemerlang dalam hidupmu, mendorong kami keluar dari cinta diri yang berlebihan dan ambisi keliru untuk memperoleh kedudukan terbesar.